Kalau hidup adalah satu perjalanan dari titik A ke titik B, apa kamu bakal buru-buru finis ke titik B? Saya rasa nggak.
Barangkali sama seperti touring, saya gak pingin buru-buru sampai ke tujuan. Selama masih ada uang dan waktu, saya kepingin menikmati apa yang bisa saya nikmati. Gak ada mesti begini atau mesti begitu.
Kalau nanti di jalan nemu warung yang kelihatannya enak, sudah jelas saya bakalan melipir. Mencicipi makanan yang belum pernah saya cicipi sebelumnya. Ngobrol ngalor ngidul bareng empunya warung. Atau sekedar ngen-teh sembari ngelamun entah kemana.
Kalau nanti di jalan nemu rute yang kelihatan menarik, ya jajal saja. Toh perjalanan ini bukan tentang sampai di tujuan secepat mungkin, melainkan tentang menikmati perjalanan.
Bisa jadi rute yang saya ambil itu terbukti indah aduhai, satu rute yang meninggalkan pengalaman manis dalam ingatan saya. Dan mungkin bakal terus saya kenang sampai saya finis nanti.
Tapi bisa juga rute yang semula kelihatan indah dalam angan ternyata malah mengecewakan. Satu rute yang menorehkan tinta hitam dalam ingatan. Satu kejadian traumatis yang gak bisa dihapus oleh ingatan.
Tapi toh senggaknya keputusan sudah diambil. Jalan sudah ditempuh. Toh menyesal tiada guna. Begitu bukan?
Biar begitu perjalanan mesti terus dilanjutkan. Menyusuri kota demi kota. Gak lupa mengisi bensin buat kendaraan tercinta. Kadang isi bensin di SPBU, kadang di tukang eceran – dengan resiko bensin dicampur air. Ya sudahlah.
Bermalam dimana pun saya mau. Bisa di hotel, di pom bensin, di rumah warga, yang penting motor aman dan saya nyaman.
Kalau hidup adalah sebuah perjalanan, rasanya saya bakal memastikan setiap detiknya layak dinikmati.