Gak ada hal yang lebih berat untuk ditanggung selain hari-hari biasa.
Barangkali itulah sebabnya saya kepingin touring setahun dua kali. Hanya untuk keluar dari rutinitas hidup yang seolah coba memesinkan manusia.
Menyelah stater kaki. Membiarkan piston bergerak naik turun dan mengeluarkan suara kasar. Memasang tas samping dan tas tangki. Membawa perbekalan dan peralatan makan. Gak lupa kunci-kunci dan busi buat jaga-jaga di jalan nanti.
Gak lama kemudian saya sudah berada di jalan. Dalam hitungan jam saya bakal melewati jalanan yang asing, rumah-rumah yang sama sekali berbeda dengan rumah-rumah di kota, dan ngobrol dengan orang-orang dengan dialek yang asing.
Rasanya kok ada kebebasan dalam keasingan ini. Persis kayak anak kecil yang menemukan tempat bermain yang terbengkalai di dekat hutan sana.
Sesuatu yang sama sekali berbeda. Dimana hidup berhenti menjadi pengulangan, dan mulai menjadi sebuah petualangan.
Sayangnya semua itu cuma sementara. Toh pada akhirnya dompet makin tipis, bensin makin habis, dan mau gak mau mesti kembali pulang.
Dan perjalanan pulang adalah hal yang paling menyiksa. Biarpun masih di jalan tapi sudah terbayang pekerjaan yang sudah menunggu di depan sana. Pelan-pelan stang kemudi berganti jadi papan ketik, dan jok motor berganti jadi kursi kantor.