Seorang kawan bertanya pada Marc Andre, apa menu dietmu sebelum melakukan free solo?
Marc terdiam sesaat. “Tak ada diet khusus,” ujarnya. “Kalau kamu pergi (free solo) ke gunung, bisa jadi kamu takkan kembali. Jadi saya mencoba menghargai apa yang tersaji saat itu, dan sebisa mungkin menyantap apa yang sedang ingin saya makan kala itu. Karena bisa jadi itu santapan terakhir saya.”
Marc adalah seorang pendaki free solo. Bagi yang awam, free solo berarti mendaki pegunungan tanpa seutas tali. Murni mengandalkan keahlian tangan dan kakimu, dan tidak bergantung pada alat-alat. Biasanya untuk mendaki sebuah pegunungan, yang dibawa hanyalah sepasang sepatu untuk mendaki dan sekantung kapur agar tangan tidak licin ketika mendaki.
Satu kesalahan kecil berarti kematian.
Itu seperti mengikuti sebuah kejuaraan olimpiade dimana kamu harus mendapatkan medali emas atau mati.
Berbeda dengan pendaki lain yang doyan mengupload foto dan video ke media sosial, Marc cenderung hidup seperti biksu; mengabdikan segenap hidupnya untuk mendaki. Ia bahkan tak memiliki smartphone ataupun kendaraan.
Tetapi pemuda berwajah culun yang namanya jarang terdengar di jagat maya ini lama kelamaan mulai terdengar gaungnya. Pendakian-pendakian ekstremnya mulai diketahui publik. Puncaknya adalah ketika Marc Andre berhasil mendaki gunung Torre Egger di Amerika Selatan. Seorang diri. Tanpa tali.
Dan karena Marc sesekali mencatat pengalamannya dalam sebuah blog, publik sedikit demi sedikit mulai mengagumi kegilaannya.
Foto-foto dirinya mulai dari The Grand Wall hingga Egger dipajang dalam blog pribadinya. Dan satu yang gila dari Marc Andre ialah ia tak cuma mendaki pegunung batu, tapi juga pegunungan es. Batu dan es adalah dua hal berbeda. Ketika kamu mendaki pegunungan batu, sekalipun tanpa tali, kamu tahu kamu mencengkram batu yang kokoh dan solid. Tapi bayangkan jika yang kamu daki adalah es, yang hari ini ada, dan tiba-tiba besok tiada. Itu adalah dua resiko yang sama sekali berbeda.
Para profesional bahkan berpendapat kalau Marc Andre memiliki keberanian dan kegilaan yang tak dimiliki pendaki lain. Tapi di saat yang sama, gayanya dalam mendaki sangat rapih dan indah. Nyaris tanpa cela.
Mendengar ada pendaki yang seperti itu, terang saja bakal mengundang kerumunan wartawan. Tak lama, si culun yang canggung dalam bergaul ini pun mulai diliput beberapa media. Beberapa wartawan bahkan mengikutinya dan membuat sebuah film tentangnya. Pernah satu kali seorang wartawan meminta ijin untuk meliput Marc kala dia sedang melakukan free solo. Marc kontan menolak.
“Inti dari free solo adalah kamu mendaki seorang diri. Hanya kamu dan pegunungan. Tatkala kamu mengajak yang lain, ia berhenti menjadi solo.”
Sejak itu Marc datang dan menghilang. Kadang ia muncul di satu tempat kemudian menghilang begitu saja. Dan berhubung tak memiliki telpon, satu-satunya alat untuk berhubungan ketika kamu sedang di pegunungan, maka para wartawan pun kesulitan untuk mendapatkan beritanya. Hanya sesekali Marc muncul di beberapa akun Instagram milik temannya, ketika mereka sedang berfoto bersama.
Itulah Marc Andre. Datang dan pergi sesuka hati.
***
Di satu pagi yang cerah, setelah menyantap habis sarapan paginya, Marc Andre bersama Ryan Johnson bertekad untuk menaklukkan Pegununungan Mendenhall Towers yang bersalju. Tak seorang pun tahu kalau mereka akan melakukan pendakian itu. Baru pada siang hari kabar terdengar melalui akun Instagram Ryan yang mengupload video dirinya dan Marc yang telah berhasil mencapai puncak pegunungan.
Tawa dan rasa bangga mewarnai pemandangan serba putih di puncak gunung. Namun, itulah kali terakhir terdengar kabar dari mereka berdua. Karena setelahnya mereka berdua seolah menghilang. Bahkan hingga dua hari kemudian pun tak terdengar kabar berita.
Baru beberapa hari kemudian, setelah dikonfirmasi regu penyelamat, diketahui bahwa Marc Andre dan Ryan Johnson lenyap ditelan longsoran salju ketika sedang menuruni gunung. Itu adalah pendakian terakhir Marc.
Marc benar. Kalau kamu pergi ke gunung, bisa jadi kamu takkan kembali. Jadi cobalah menghargai apa yang tersaji saat itu, dan sebisa mungkin menyantap apa yang sedang ingin kamu makan kala itu. Karena bisa jadi itu santapan terakhirmu.