SATU RAHASIA YANG MENGUBAH KEDUA PENDAKI INI MENJADI LEGENDA DUNIA


Jimmy Chin -- Half Dome

Alex Honnold -- Half Dome

Foto yang diposting Jimmy Chin pagi tadi bikin saya TERCENGANG! Dua foto yang diambil dari Half Dome, Yosemite. Pegunungan setinggi 8800 kaki dimana cuma segelintir orang yang berhasil (dan berani) menaklukannya.

Sebagai gambaran, kalau kamu terjatuh dari ketinggian 100 kaki (30 meter) kamu pasti mati!!

Kedua foto merupakan hasil jepretan Jimmy. Yang satu adalah Alex Honnold, Free-Soloer terhebat yang masih hidup. Mendaki Gunung Half Dome tanpa menggunakan sehelai tali pun — murni tangan kosong. Sementara di sisi lain ada Jimmy Chin, pembuat film dokumenter yang film-filmnya langganan dapat penghargaan bergengsi, termasuk Piala Oscar.

Foto ini diambil ketika mereka berdua mendokumentasikan free solo pertama Alex di Half Dome. Dan keduanya bukan orang asing dalam dunia rock climbing alias pendakian.

Alex sudah mulai mendaki sejak ia masih bocah. Bahkan ia mengenal gunung jauh sebelum ia mengenal alfabet.

Seluruh hidupnya didedikasikan untuk pendakian. Berlatih setiap hari, 40 sampai 50 kali di tempat yang sama, terkadang di posisi yang sama, hanya untuk menanamkan setiap langkah yang diambil ke dalam benaknya.

jari-jemari Alex Honnold

Jemarinya yang kapalan mencoba mencengkram ujung bebatuan yang tebalnya tak lebih dari kulit jeruk, sementara kakinya bergerak dengan koreografi teratur bagaikan penari balet mencoba mencari pijakan. Setiap pijakan mesti dipastikan, setiap langkah mesti diperhitungkan, setiap lekuk bukit mesti diingat , karena Alex tahu satu kesalahan kecil akan mengantarnya ke dunia berbeda.

Namun kala itu cuma sedikit orang yang pernah mendengar namanya. Lelaki bertampang culun dengan rambut gak keruan ini akan tetap tak dikenal jika saja ia tak bertemu dengan Jimmy Chin. Takdir kehidupan berubah ketika dua bintang ini bertumbukan.

Jimmy Chin sendiri sebetulnya bukan seorang film maker profesional pada awalnya. Sama seperti Alex, ia juga jatuh cinta pada pendakian. Namun seringkali di sela-sela pendakian Jimmy mengabadikan momen-momen dan tempat-tempat eksotis melalui foto maupun video.

Jimmy Chin Documenting

Kalau kamu tahu film pertamanya, Meru, itu adalah sebuah dokumentasi perjalanan Jimmy mendaki Gunung Meru bersama dengan Conrad Anker dan Renan Ozturk. Sekalipun banyak kritikus mengatakan footage-nya biasa-biasa saja, namun berkat arahan dan story telling yang luar biasa, film itu berhasil meraih beberapa penghargaan.

Jimmy mungkin gak masuk dalam jajaran pendaki terbaik dunia sekelas Alex Honnold, Conrad Anker, ataupun Dean Potter. Tetapi keahlian uniknya, yakni perpaduan antara skill climbing dan fotografi serta cinematografi yang luar biasa, mengantarkannya menjadi sosok yang dibutuhkan banyak orang.

Tebukti National Geography, Times, The NewYork Times merupakan langganan foto-foto Jimmy. Bisa dibilang untuk urusan fotografi dan cinematografi outdoor-ekstrim, dialah yang terbaik.

Dan ketika dua bintang bertumbukan, ketika takdir raja dokumenter dan raja pendakian bersimpangan, terjadilah BIG BANG, ledakan besar!!

Satu film terlahir, Free Solo. Sebuah film yang mengisahkan tentang pendakian free solo Alex Honnold dalam menaklukan Gunung El Capitan yang legendaris. Film ini mendapatkan Piala Oscar, Bafta Awards, dan masih banyak penghargaan lainnya.

Saya cuma iseng-iseng membayangkan, seandainya Alex Honnold punya kecintaan terhadap dunia fotografi dan perfilman mungkin dia gak bakal bisa jadi free-soloer terbaik dunia. Sebaliknya jika kecintaan Jimmy Chin pada dunia pendakian melebihi kecintaannya pada dunia perfilman, mungkin ia gak akan pernah mendapatkan Piala Oscar.

Keduanya memiliki racikan dan genetika yang berbeda.

Justru racikan unik dalam diri merekalah yang membikin mereka adalah mereka. Mirip seperti masakan. Racikan yang tepat menciptakan rasa yang lezat. Dan jika satu racikan asing ditambahkan, bisa jadi semuanya akan kacau balau. Atau bisa juga malah makin enak.

Sepertinya tiap orang punya racikannya tersendiri pada genetikanya. Ada yang suka film tapi gak suka mendaki, ada yang suka gunung tapi gak suka laut, ada yang suka baca tapi gak suka nonton, yah macam-macam. Tapi setiap orang pasti punya satu hal yang dicintainya lebih dari apapun.

Dalam kasus Alex Honnold, satu hal itu adalah pendakian. Dan racikan itulah yang membuatnya superior. Karena ia meluangkan jam demi jam yang tak terhitung banyaknya demi satu hal yang dia cintai. Sedangkan bagi Jimmy, satu hal itu adalah dokumenter. Satu hal yang sangat jarang dimiliki oleh para pendaki lainnya.

Dan ketika yang satu mencoba menjadi yang lain, hasilnya adalah standar alias medioker. Coba saja kamu bayangkan kalau Alex berusaha bikin film sementara Jimmmy mencoba free solo. Bisa-bisa yang satu jadi film maker gagal dan yang lain malah mati ketika berusaha mendaki.

Dua-duanya bisa mendaki.
Dua-duanya bisa bikin film.
Tapi yang satu gak bisa menjadi yang lain.

 


Leave a Reply

Your email address will not be published.

Facebook9