WHAT THE FUCK IS GOING ON? Itulah pertanyaan yang terbit di benak lelaki paruh baya yang foto wajahnya terpampang di beberapa tempat dengan tulisan WANTED di atasnya. Betul! Kepolisian setempat mencarinya! Tapi kala itu tak seorang polisi pun sanggup menangkapnya, karena ia adalah Hantu Gunung El Capitan.
Namun pertanyaannya bukanlah pertanyaan biasa. Bukan pula ratapan seorang tersangka. Melainkan satu pertanyaan yang penuh keresahan dan pencarian makna, yang membawa lelaki ini menghabiskan lebih dari 40 tahun hidupnya berkelana di Yosemite.
Beberapa pelanggaran dituduhkan jaksa penuntut umum kepadanya. Mulai dari melewati batas maksimal waktu berkemah di Yosemite hingga membuka bisnis clothing ilegal dari dalam tendanya. Dan masih banyak pelanggaran lain yang dituduhkan pada lelaki yang katanya tak memiliki pekerjaan ini.
Dia menyebut dirinya Chongo Chuck. Tak seorang pun tahu nama aslinya. Konon nama sebenarnya adalah Charles Victor Tucker. Tapi entah benar atau tidak. Berapa umurnya? Tak satu setan pun tahu, toh Chongo juga tak mau memberi tahu.
Dengan langkah tegap sembari menggendong ransel seberat nyaris 40 kilogram di pundaknya, Chongo berjalan menuju sebuah kafe. Sesekali melambaikan tangan pada pendaki-pendaki yang menyapanya. Bisa jadi ia seorang tersangka, tapi di saat yang sama ia juga seorang legenda di Yosemite sana.
Sambil duduk di bangku yang telah kosong, Chuck melahap potongan roti sisa yang ditinggalkan pengunjung sebelumnya. Tanpa ragu, tanpa malu. Sebagian orang merasa jijik. Sebagian lagi sudah terbiasa dengan tingkah lakunya.
GELANDANGAN. Yah, saya rasa itu kata yang tepat bagi orang yang tak punya rumah, tak punya pekerjaan — atau setidaknya begitulah orang kantoran menyebutnya. Dan persis seperti gelandangan, Chongo mengais makanan dari mana saja. Kadang dari sisa orang lain, kadang diberi oleh orang lain, kadang dari tong sampah.
Tapi kawan kita yang satu ini bukan sekedar gelandangan biasa. Chongo telah menaklukkan Gunung El Capitan jauh sebelum Alex Honnold atau Tommy Caldwell melakukannya. Memang bukan yang terbaik diantara para pendaki, tapi tetap saja ia tahu dasar-dasar dan bagaimana cara menaklukkan gunung setinggi 8000 kaki itu.
Chongo bahkan menulis banyak buku tentang panjat tebing. Salah satu bukunya yang paling terkenal adalah “The Complete Book of Big Wall Climbing”. Di situ Chongo menumpahkan isi kepalanya tentang bagaimana cara menaklukan tebing tertinggi, bukan saja secara cepat, tapi juga secara elok.
Buku seharga 100 dollar ini laris manis di kalangan pendaki. Sekalipun mahal, tapi bagi pendaki-pendaki baru yang berkunjung ke Yosemite, buku itu bak kitab suci. Pernah seorang kawan bertanya, apa yang Chongo lakukan dengan uang hasil penjualan yang diterimanya?
Uang itu saya pakai untuk menulis lebih banyak lagi, katanya.
Mengherankan bukan? Seorang gelandangan bukan saja bisa menaklukkan gunung setinggi 8000 kaki, tapi juga bisa menulis banyak buku. Tetapi itulah kenyataannya.
JELAS BUKAN SEMBARANG GELANDANGAN. Bisa dibilang ia adalah gelandangan dengan etos kerja yang luar biasa. Bayangkan saja, pagi hari setelah bangun dan membereskan tendanya, Chongo langsung berangkat menuju perpustakaan umum. Di sana ia menghabiskan waktu dengan membaca, mencari referensi, dan menulis buku hingga perpustakaan tutup.
Hampir setiap hari seperti itu.
Baginya, hidup ini sederhana. Hidup ada untuk dinikmati. Konsep after-life atau surga-neraka ditolaknya mentah-mentah, lantaran bertentangan dengan teori fisika yang dipelajarinya. Itu pula sebabnya Chongo bersikeras bahwa hidup ini mesti dinikmati karena hanya sekali dan sementara. Mengherankan sekali melihat manusia-manusia modern menghabiskan waktunya di depan layar berwarna, dan mengabaikan keindahan alam yang begitu berharga.
Tetapi pada Oktober 2005, Chongo akhirnya memustuskan untuk menghadiri persidangan dirinya. Ia dituntut atas lebih dari tiga pelanggaran. Beberapa pendaki memberikan kesaksian dan pembelaan terhadap Chongo. Namun akhirnya pengadilan memutuskan bahwa Sang Tunawisma Pemberontak ini tak boleh lagi bercokol di area Yosemite.
Chongo diusir dari tempat yang paling dicintainya. Tempat dimana ia telah mencurahkan jiwa dan raganya selama lebih dari 40 tahun. Kini lelaki berpakaian lusuh dengan rambut kumal sebahu ini tak boleh lagi menginjakkan kaki di Taman Nasional Yosemite.
Malam itu untuk terakhir kali Chongo berkumpul bersama kawan-kawannya para pendaki.
Di bawah lampu kafe yang temaram Chuck duduk bercerita dan bernostalgia tentang masa lalunya yang telah sirna. Sekedar menceritakan kisahnya menaklukkan El Capitan, atau mengajarkan bagaimana caranya kabur dari kejaran polisi, atau sekedar mempertanyakan tentang arti hidup ini. Namun Chongo sadar, seindah apapun masa itu, seberapa seringpun ia menceritakannya, ia takkan pernah bisa kembali ke sana.
Orang-orang mengelilinginya. Ada yang terkesima, ada yang tertawa, ada yang tak percaya. Mendengarkan lelaki tua di hadapan mereka.
Ketika akhirnya pagi tiba, kafe sudah sepi, dan Chongo sudah tak ada di sana. Tak satu setan pun tahu kemana perginya. Mungkin ia telah pergi ke kota seberang. Atau mungkin masih bersembunyi dalam hutan rimba. Namun kita tak pernah tahu kebenarannya. Karena ia adalah Chongo Chuck, Hantu Gunung El Capitan.