Berkelana untuk Tersesat


Berkelana untuk Tersesat. Barangkali itulah yang kita butuhkan. Bukan untuk sebuah tujuan, melainkan untuk perjalanan itu sendiri.

Siang tadi seorang bocah mengajari saya.

Lagi enak-enak jalan, tahu-tahu ketemu beginian:

“JALAN DITUTUP SEMENTARA, SEDANG ADA PERBAIKAN JEMBATAN.”

Asu tenan! Kalau memutar balik seenggaknya bakal makan waktu seperempat jam.

Seorang bapak teriak, “Putar balik, jalannya ditutup.” Seraya memutar motor dan langsung betot gas.

Tapi gak lama berselang seorang bocah dengan motor beat-nya menyusul saya sembari berkata, “Ada jalan. Ikut saya aja.”

Dia menoleh ke belakang menunggu saya mengambil keputusan.

Bocah ini paling-paling masih kelas 6 SD atau paling banter SMP. Kakinya saja belum bisa menyentuh tanah. Sementara di bagian depan motor ia membonceng adiknya yang berumur dua tahunan.

Saya terpesona sama kepedean bocah ini, dan itu pula yang akhirnya bikin saya mengikuti dia.

Kami mengambil jalan tikus yang cuma bisa dilalui satu motor. Kalau ada dua motor berpapasan, maka yang satu mesti minggir ke tanah atau ke rumah penduduk. Tapi itu belum seberapa.

Bagian seramnya adalah ketika harus melewati jalan tanah setapak dimana bagian kanannya terdapat sungai yang berada dua meter di bawah permukaan. Belum lagi kalau ada motor dari arah seberang.

Anehnya si bocah main gas saja tanpa rasa takut. Sepertinya dia sudah biasa ‘tersesat’ di situ.

Setelah beberapa lama akhirnya kami melihat jalan besar. Saya menghela nafas, sementara si bocah berhenti di depan untuk menunggu saya yang ketinggalan.

Sungguh kontras jawaban antara si pak tua dan si bocah. Sesaat lagu Bob Dylan terngiang di telinga saya.

Your sons and your daughters
Are beyond your command
Your old road is rapidly agin’
Please get out of the new one if you can’t lend your hand
For the times they are a changin


Leave a Reply

Your email address will not be published.

Facebook9