Ngeluyur


Minggu pagi itu entah kenapa enaknya ya jalan-jalan pakai motor. Kadang gak perlu jauh-jauh juga. Cuma sekedar keliling-keliling menyusuri jalan-jalan kecil yang jauh dari keramaian dan kemacetan. Sukur-sukur nemu jalan baru yang menantang.

Gas paling ditarik tipis. Tigapuluh atau empatpuluh kilometer per jam. Toh bukan bertujuan untuk sampai ke tempat tertentu, melainkan bertujuan untuk tersesat. Kalau beruntung kita bisa nemu daerah persawahan di kanan kiri, atau bahkan hutan-hutan yang belum digarap.

Dan lebih beruntung lagi kalau di pinggir jalan nemu tukang gorengan. Kalau saya sih sudah pasti melipir. Motor dipinggirkan dan langsung beli gehu, bala-bala, combro. Terus dimakan ditempat sembari ngganyang cengek. Gak lupa minta teh tawar panas sama bapaknya.

Duduk leyeh-leyeh di bangku kayu sembari memandangi orang-orang lalu-lalang di Minggu pagi. Kalau ada yang tersenyum, saya balas senyumannya. Kalau gak tersenyum, ya sudahlah.

Gak kerasa tiga biji sudah digelontor masuk ke perut. Biasanya kalau soal gorengan begini saya agak jaga-jaga, gak berani lebih dari tiga. Takut kolesterol, maklum tubuh saya ini kilometernya sudah tinggi.

Nah, begitu perut kenyang ya terus lanjut lagi. Mengembara mengikuti selera. Eh… tahu-tahu dua jam sudah berlalu. Dan saya nggak tahu ada dimana.

Celingak-celinguk kanan kiri tetap saja gak tahu. Jadi akhirnya nanya sama warga setempat. Dua jam bisa nyasar sejauh apa sih. Betul gak?

Tapi di situlah asyiknya mengembara. Kadang nyasar, kadang nemu gorengan, kadang nemu mbak cantik. Gak perlu jauh, gak perlu peta, yang penting hati jadi riang gembira.


Leave a Reply

Your email address will not be published.

Facebook9